Selasa, 31 Januari 2012

GUNUNG MERAPI “Antara Mitologi, Ilmu Pengetahuan dan Pandangan Islam”

Mitos merupakan sesuatu yang sangat kontroversial. Artinya masih ada pro dan kontra mengenai kepercayaan terhadapnya. Sebagian masyarakat, khususnya di Indonesia sangat meyakini hal tersebut, namun di lain pihak justru lebih senang memanfaatkan si Mitos untuk bahan tertawaan karena memang tidak ada bukti ilmiah mengenai kebenaran mitos tersebut. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa sebuah mitos akan benar-benar terjadi jika Allah mencantumkan “kebenaran Si Mitos” dalam skenarionya.
Coba kita telaah lebih lanjut mengenai sebuah mitos yang sudah turun temurun dari jaman dahulu, yaitu tentang penamaan beberapa daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Telisik demi telisik, sudah tersebar mengenai mitos sebab-musabab penamaan dua daerah pinggiran di DIY, yaitu WATES dan PATUK. Jika kita cermati kedua nama tersebut menurut cerita para sesepuh, berasal dari bahasa jawa, yaitu Wates yang berarti batas dan Pathok yang berarti sebuah penanda yang ditancapkan (biasanya digunakan untuk penanda batas). Kedua kata tersebut memiliki essensi yang sama yaitu “Batas”. Para sesepuh memberikan interpretasi terhadap hal tersebut sebagai peringatan bahwa nantinya akan terjadi bencana yang luar biasa yang akan meluluh lantakkan dan menenggelamkan kota Yogyakarta.
Mengapa mitos tersebut dihubungkan dengan kehancuran kota Yogyakarta? Hal ini memang cukup membingungkan karena mungkin penamaan dua wilayah tersebut memang sebagai penanda batas wilayah, karena memang kedua wilayah tersebut merupakan daerah pinggiran (batas) kota Yogyakarta. Namun, ternyata para sesepuh masih memiliki kepercayaan (mitos) yang lain yang memperkuat pernyataan mereka. Mereka mendengar cerita dari para sesepuh mereka yang terdahulu yang mereka percayai sampai sekarang, yaitu mengenai pernyataan yang sudah turun temurun, yaitu bahwa “Keraton Yogyakarta pada suatu saat akan pindah ke wilayah pegunungan”. Dari kedua Mitos tersebut, mereka mengambil kesimpulan bahwa suatu saat Keraton Yogyakarta akan pindah ke wilayah pegunungan karena Yogyakarta akan hancur dan tenggelam menjadi lautan. Wallahu A’lam bisshowab!
Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya wilayah Ibu kota, memang merupakan daerah yang cukup rawan terhadap bencana alam. Dilihat dari letak geografisnya yang dikelilingi oleh pegunungan yang membentang di sebelah timur yaitu pegunungan wilayah Gunungkidul, dan di sebelah barat yaitu barisan pegunungan wilayah Kulonprogo. Kedua barisan pegunungan itu seolah-olah mengapit dan memenjarakan wilayah kota Jogjakarta, sleman dan juga Bantul dari “Teroris Alam Utara dan alam Selatan”. Siapakah mereka? Mereka adalah Gunung Merapi dan Samudra Hindia.
Jika dilihat dari bentuk wilayahnya, wilayah pantai selatan di Yogyakarta tidak dilindungi oleh barisan pegunungan seperti halnya pantai-pantai di wilayah Gunungkidul. Sehingga jika suatu saat akan terjadi bencana alam seperti tsunami maka tidak ada pelindung atau penghambat gelombang air. Selain itu, Gunung Merapi yang menjulang tinggi juga sangat potensial mengancam wilayah Jogjakarta dan sekitarnya. Mengingat tingkat keaktifan gunung tersebut yang merupakan gunung paling aktif di dunia.
Jika kita menilik sejarah, ritme terjadinya bencana akibat letusan gunung merapi semakin lama intensitasnya semakin sering. Menurut para Arkeolog dan menurut para ahli geologi, merapi diperkirakan pernah meletus pada tahun 1006, 1687, 1958-1959, 1996, 2000, 2002, 2006, dan terakhir pada tahun 2010 lalu. Jika kita cermati, semakin lama senggang waktu terjadinya letusan gunung merapi semakin mendekat. Hal ini membuktikan bahwa merapi memang sangat mengancam penduduk Yogyakarta dan sekitarnya. Sehingga, kita harus lebih waspada terhadap Merapi.
Menurut para ahli atau peneliti lempeng bumi, wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan dua lempeng besar yaitu lempeng pasifik dan Indo-Australia. Pertemuan dua lempeng tektonik tersebut memanjang membentuk sebuah jalur dari wilayah Sumatra, Jawa, Sulawesi, Flores, Maluku, dan bagian utara Papua. Sehingga pulau yang paling aman dari ancaman gempa hingga saat ini adalah pulau Kalimantan. Hingga tahun 2011 lalu, sudah terjadi banyak sekali aktivitas gunung berapi di wilayah jalur lempeng tersebut seperti Gunung Gamalama di ternate dan masih banyak lagi gunung-gunung aktif lainnya yang saat ini sedang bergejolak. Selain itu juga banyak terjadi gempa bumi di sepanjang jalur lempeng misalnya gempa-gempa yang sering terjadi di wilayah samudera Hindia seperti wilayah tenggara Wonosari, Gunungkidul dan wilayah perairan di sebelah selatan Bantul dan yang cukup dahsyat yaitu Gempa yang terjadi di Bali. Dan tidak menutup kemungkinan terjadinya gempa-gempa dan aktivitas gunung berap yang cukup ekstrim di jalur lempeng tektonik ini dapat memicu meletusnya Gunung Merapi dan gempa tektonik di wilayah Yogyakarta.
Dan lagi-lagi kita kembali menoleh sejarah mengenai meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan Krakatau pada 1883 itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II (dikutip dari : www.westjava.org). Dan ternyata ledakan yang terjadi pada tahun 1883 tersebut bukanlah merupakan kali pertama Krakatau meletus. Dalam kitab Pustaka Raja Parwa yang ditulis pada tahun 416 Masehi, menceritakan sebuah ledakan dahsyat Gunung Batuwarna, nama lain dari Krakatau Purba yang menyebabkan banjir besar, badai laut (disertai tsunami) yang memporak porandakan bahkan membelah pulau jawa menjadi dua. Belahan pulau jawa tersebut, tak lain dan tak bukan adalah Pulau Sumatera.
Coba kita bayangkan, Gunung Krakatau dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut itu mampu membelah pulau jawa menjadi dua, tepatnya memisahkan pulau jawa dan sumatera yang dulunya menyatu. Bagaimana dengan Gunung Merapi yang memiliki ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut (per 2006). Akankah kota Yogyakarta memang benar-benar akan tenggelam dan menjadi kota bawah laut seperti yang didongengkan oleh para sesepuh atau oleh orang-orang jaman dahulu? Wallahu A’lam Bisshowaab.
Kemudian bagaimana pandangan Agama Islam dalam menyikapi hal yang telah dijelaskan di atas? Gunung dalam Al-quran disebutkan berfungsi untuk mencegah goncangan pada bumi seperti yang di sebutkan pada ayat berikut ini
 “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…” (Al-Anbiya’ : 31)
di ayat lain disebutkan :    
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (An-Naba : 6-7)
Jika kita ibartakan bumi sebagai hamparan kertas, maka gunung sebagai pasak kita ibaratkan paku, dengan kata lain bumi berfungsi menjadi paku bagi bumi agar tidak mudah terombang-ambing, agar tidak mudah begejolak, sebagaimana kita tahu bahwa didalam perut bumi mengandung magma yang sangat panas yang mampu menggoyangkan permukaan bumi. Dan ditambah pada keterangan ayat berikut ini semakin menguatkan pengetahun kita akan fungsi gunung :
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.” (QS Al-Anbiya’ : 31)
Begitulah Al-Qur’an menyebutkan bahwa sebenarnya Gunung-gunung merupakan pasak dari bumi. Dengan kata lain, gunung justru menjadi penguat dari humi dan mebentengi bumi dari kehancuran. Adapun terjadinya bencana alam seperti halnya meletusnya gunung merapi sebenarnya merupakan kesalahan umat manusia sendri seperti yang dijelaskan dalm Al-Qur’an di bawah ini:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)". (Ar-Ruum: 41-42).
Apakah makna dari Ayat-ayat di atas? Tentunya, kita sebagai makhluk Allah SWT sekaligus sebagai kholifah di muka bumi ini harus senantiasa menjaga, mengupayakan dan mendayagunakan serta melestarikan apa yang telah dititipkan kepada kita, yatu bumi yang indah ini agar ada keseimbangan dalam tata kehidupan di jagat raya ini. Dan pada suatu saat nanti, apapun yang akan terjadi pada bumi kita tercinta ini jangan sampai menjadi penghambat dalam mengemban tugas kita seagai kholifah di bumi. Serahkan semua kepada Allah Yang Maha Pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar