Senin, 14 November 2011

makalah resiliensi


BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa seperti sekarang ini banyak sekali trjadi berbagai fenomena mengenai kehidupan yang sungguh sangat menyayat hati. Seperti kasus bunuh diri yang terjadi beberapa tahun terakhir. Pada umumnya bunuh diri banyak dilakukan oleh kalangan remaja dengan modus “putus cinta”, “hamil diluar nikah”, “tidak lulus ujian” dan masih banyak lagi. Belum lagi kasus-kasus lainnya yang terjadi akibat depresi.
Sebenarnya, kasus-kasus seperti ini tidak perlu terjadi apabila masyarakat mengenal apa yang disebut dengan “Resiliensi Diri”. Nah, untuk itu lami akan engkaji lebih dalam mengenai beberapa hal berkaitan dengan hal di atas, yaitu:
1.      Apakah pengertian Resiliensi?
2.      Bagaimana pandangan mengenai resiliensi?
3.      Apa sajakah factor-faktor resiliensi?
4.      Bagaimanakah karakteristik manusia yang resilien?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kami akan membahas hal-hal di atas secara terperinci pada bab berikutmya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Resiliensi
Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen, 1996) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Secara spesifik, ego-resilience adalah:
“… a personality resource that allows individual to modify their characteristic level and habitual mode of expression of ego-control as the most adaptively encounter, function in and shape their immediate and long term environmental context. (Block, dalam Klohnen, 1996, hal.45)[1].
Dari definisi yang dikemukakan di atas, nampak bahwa ego resiliensi merupakan satu sumber kepribadian yang berfungsi membentuk konteks lingkungan jangka pendek maupun jangka panjang, di mana sumber daya tersebut memungkinkan individu untuk memodifikasi tingkat karakter dan cara mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka lakukan[2].
Sebagai salah satu kajian dalam ilmu budaya dasar, resiliensi mempunyai dampak yang signifikan dalam pelestarian budaya yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Budaya sering dikaitkan dengan kata kebudayaan yang secara umum dapat didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[3] Resiliensi sebagai salah satu nilai dalam masyarakat yang kemudian menjadi bagian dari pada diri anggota masyarakat akan berdampak positif bagi perkembangan manyarakat tersebut. Perkembangan tersebut akan berjalan beriringan dengan kemampuan mempertahankan nilai resiliensi tersebut dalam masyarakat.
Resiliensi adalah kemampuan atau kapasias insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang[4].
Grotberg (1995: 10) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan. Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.

2.    Pandangan Terhadap Resiliensi
Ada beberapa pandangan dalam resiliensi. Pandangan tersebut antara lain;
a.       Resiliensi sebagai kemampuan adaptasi
Joseph (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.
b.      Resiliensi sebagai kemampuan bangkit kembali dari tekanan
Dugall dan Coles (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah kapasitas seseorang untuk melambung kembali atau pulih dari kekecewaan, hambatan, atau tantangan. Rutter (dalam Isaacson, 2002) melihat individu yang resilien sebagai mereka yang berhasil menghadapi kesulitan, mengatasi stres atau tekanan, dan bangkit dari kekurangan. Resiliensi didefinisikan oleh Wolin dan Wolin (1999) sebagai proses tetap berjuang saat berhadapan dengan kesulitan, masalah, atau penderitaan.
c.       Resiliensi terlihat dalam suatu keadaan dimana seseorang memiliki resiko besar untuk gagal namun ia tidak (gagal).
Rhodes dan Brown (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa anak-anak yang resilien adalah mereka yang beresiko memiliki disfungsi psikologis di masa yang akan datang akibat peristiwa hidup yang menekan, tetapi ternyata pada akhirnya mereka tidak memiliki disfungsi tersebut. Contohnya, tidak semua anak yang putus sekolah gagal mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, tidak semua remaja nakal menjadi pelaku kriminal di masa dewasanya, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah yang sedang dialami yang membuatnya tertekan dan terjatuh dan berusaha bangkit kembali dari ketertekanan itu.
3.    Faktor-Faktor Resiliensi

Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan untuk kemampuaninterpersonal digunakan istilah’I Can’[5].
a.      I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Faktor I Am terdiri dari beberapa bagian antara lain; bangga pada diri sendiri, perasaan dicintai dan sikap yang menarik, individu dipenuhi harapan, iman, dan kepercayaan, mencintai, empati dan altruistic, yang terakhir adalah mandiri dan bertanggung jawab.
Berikut ini, akan dijelaskan satu persatu mengenai bagian-bagian dari faktor I Am.
Bangga pada diri sendiri; individu tahu bahwa mereka adalah seorang yang penting dan merasa bangga akan siapakah mereka itu dan apapun yang mereka lakukan atau akan dicapai. Individu itu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.
Perasaan dicintai dan sikap yang menarik; Individu pasti mempunyai orang yang menyukai dan mencintainya. Individu akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan orang lain. Bagian yang lain adalah dipenuhi harapan, iman, dan kepercayaan. Individu percaya ada harapan bagi mereka, serta orang lain dan institusi yang dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang benar maupun salah, dan ingin ikut serta di dalamnya. Individu mempunyai kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan, serta dapat mengekspresikannya sebagai kepercayaan terhadap Tuhan dan manusia yang mempunyai spiritual yang lebih tinggi.
Mencintai, empati, altruistic; yaitu ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikan melalui berbagai perilaku atau kata-kata. Individu merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagi penderitaan atau memberikan kenyamanan.
Bagian yang terakhir adalah mandiri dan bertanggung jawab. Individu dapat melakukan berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.
b.      I Have
Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan resiliensi.
Sumber-sumbernya adalah memberi semangat agar mandiri, dimana individu baik yang independen maupun masih tergantung dengan keluarga, secara konsisten bisa mendapatkan pelayanan seperti rumah sakit, dokter, atau pelayanan lain yang sejenis.
Struktur dan aturan rumah, setiap keluarga mempunyai aturan-aturan yang harus diikuti, jika ada anggota keluarga yang tidak mematuhi aturan tersebut maka akan diberikan penjelasan atau hukuman. Sebaliknya jika anggota keluarga mematuhi aturan tersebut maka akan diberikan pujian.
Role Models juga merupakan sumber dari faktor I Have yaitu orang-orang yang dapat menunjukkan apa yang individu harus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu dan memberi semangat agar individu mengikutinya.
Sumber yang terakhir adalah mempunyai hubungan. Orang-orang terdekat dari individu seperti suami, anak, orang tua merupakan orang yang mencintai dan menerima individu tersebut. Tetapi individu juga membutuhkan cinta dan dukungan dari orang lain yang kadangkala dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang yang kurang dari orang terdekat mereka.
c.       I Can
Faktor I Can adalah kompetensi sosial dan interpersonal seseorang. Bagian-bagian dari faktor ini adalah mengatur berbagai perasaan dan rangsangan dimana individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri. Individu juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul, ‘kabur’, merusak barang, atau melakukan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.
Mencari hubungan yang dapat dipercaya dimana individu dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal dan interpersonal.
Sumber yang lain adalah keterampilan berkomunikasi dimana individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain.
Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain dimana individu memahami temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi.
Bagian yang terakhir adalah kemampuan memecahkan masalah. Individu dapat menilai suatu masalah secara alami serta mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat memecahkan masalah dan bantuan apa yang mereka butuhkan dari orang lain. Individu dapat membicarakan berbagai masalah dengan orang lain dan menemukan penyelesaian masalah yang paling tepat dan menyenangkan. Individu terus-menerus bertahan dengan suatu masalah sampai masalah tersebut terpecahkan.

4.    Karakteristik Individu yang Resilien
Menurut Wolin dan Wolin (1999), ada tujuh karakteristik utama yang dimiliki oleh individu yang resilien. karakteristik-karakteristik inilah yang membuat individu mampu beradaptasi dcngan baik saat mcnghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Masing- masing karakteristik ini memiliki bentuk yang berbeda-beda dalam tiap tahap perkembangan (anak, rcmaja, dcwasa)[6].
a.    Insight
Kemampuan untuk memahami dan memberi arti pada situasi, orang-orang yang ada di sekitar, dan nuansa verbal maupun nonverbal dalam komunikasi, individu yang memiliki insight mampu menanyakan pertanyaan yang menantang dan menjawabnya dengan jujur. Hal ini membantu mereka untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.
b.   Kemandirian
Kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. Orang yang mandiri tidak bersikap ambigu dan dapat mengatakan “tidak” dengan tegas saat diperlukan. Ia juga memiliki orientasi yang positif dan optimistik pada masa depan.
c.    Hubungan
Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, ataupun memiliki role model yang sehat. Remaja mengembangkan hubungan dengan melibatkan diri (recruiting) dengan beberapa orang dewasa dan teman sebaya yang suportif dan penolong. Pada masa dewasa, hubungan menjadi matang dalam bentuk kelekatan (attaching), yaitu ikatan personal yang menguntungkan secara timbal balik dimana ada karakteristik saling memberi dan menerima.
d.   Inisiatif
Individu yang resilien bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam pemecahan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah, serta meningkatkan kemampuan mereka menghadapi hal-hal yang tak dapat diubah. Mereka melihat hidup sebagai rangkaian tantangan dimana mereka yang mampu mengatasinya. Anak-anak yang resilien memiliki tujuan yang mengarahkan hidup mereka secara konsisten dan mereka menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk berhasil di sekolah.
e.    Kreativitas
Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari tiap perilakunya dan membuat keputusan yang benar.
Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya sendiri saat menghadapi kesulitan. Anak yang resilien mampu secara kreatif menggunakan apa yang tersedia untuk pemecahan masalah dalam situasi sumber daya yang terbatas. Selain itu, bentuk-bentuk kreativitas juga terlihat dalam minat, kegemaran, kegiatan kreatif dari imajinatif.
f.     Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Seseorang yang resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. Rasa humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.
g.    Moralitas
Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang yang membutuhkan. Moralitas adalah kemampuan berperilaku atas dasar hati nurani.
Potensi untuk menjadi individu yang resilien ada dalam diri setiap orang. Namun, diperlukan dukungan dari keluarga, sekolah, dan komunitas, agar individu dapat mewujudkan potensi resiliensinya (Benard, 2004).
Secara umum, resiliensi bermakna kemampuan seseorang untuk bangkit dari keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan yang mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi tinggi akan mudah untuk kembali ke keadaan normal.
Orang yang resilien lebih mudah dalam mengatur regulasi emosi. Mereka cepat memutus perasaan yang tak sehat, yang kemudian justru membantunya tumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Mereka menjadi contoh atas apa yang pernah disampaikan oleh Wilhelm Nietzsche’s : “That which does not kill me, makes me stronger”. “Apa yang tidak membunuh saya, justru akan makin menguatkan saya.”BAB III
KESIMPULAN
Resiliensi adalah kemampuan atau kapasias insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan merubah kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. yang sangat dibutuhkan dalam setiap orang.
Ada beberapa pandangan dalam resiliensi. Pandangan tersebut antara lain; Resiliensi sebagai kemampuan adaptasi, resiliensi sebagai kemampuan bangkit kembali dari tekanan, resiliensi terlihat dalam suatu keadaan dimana seseorang memiliki resiko besar untuk gagal namun ia tidak (gagal).
Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan untuk kemampuaninterpersonal digunakan istilah’I Can’[7].
Ada tujuh karakteristik individu yang resilien, yaitu individu yang memiliki aspek  insight, kemandirian, hubungan, inisiatif, kreativitas, humor dan moralitas.
Daftar Pustaka
Arya. Resiliensi. http://belajarpsikologi.com/pengertian-resiliensi/
Chandra, Silvia. Resiliensi. http://rumahbelajarpsikologi.com / index.php/resiliensi.html
Sekarini, Rima. Aku Bisa Bertahan dan Bangkit Kembali : Resiliensi Diri. http://rimuu.wordpress.com/2010/05/26/aku-bisa-bertahan-dan-bangkit-kembali-resiliensi-diri/
Widagno, Djoko dkk. Ilmu Budaya Dasar. 1994. Jakarta: Bumi Aksara



[1] Silvia Chandra, Resiliensi, http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/resiliensi.html
[2] Ibid.,
[3] Djoko Widagno, dkk, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, hal. 21
[4] Arya, Resiliensi, http://belajarpsikologi.com/pengertian-resiliensi/
[5] Ibid.,
[6] Rima Sekarini, Aku Bisa Bertahan dan Bangkit Kembali : Resiliensi Diri, http://rimuu.wordpress.com/2010/05/26/aku-bisa-bertahan-dan-bangkit-kembali-resiliensi-diri/
[7] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar